Pelajaran 7 - Pentingnya Ibadah


LAMAN UTAMA | PEL. 8

Pelajaran 7 - Pentingnya Ibadah


Pengertian Ibadah

Dalam Perjanian Lama, kata beribadah berasal dari bahasa Ibrani yaitu Shachah yang berarti sujud atau gerakan tubuh lain untuk menunjukkan hormat, tunduk, penghormatan. Dalam Perjanjian Baru, kata beribadah berasal dari bahasa Yunani yaitu proroskun yang berarti mencium tangan. Berdasarkan arti kata tersebut maka mudah untuk mengetahui bahwa beribadah merupakan perbuatan yang menunjukkan penghormatan, penghargaan, tunduk, dan pemujaan. Alkitab menyatakan kepada kita, kepada siapa penghargaan,penghormatan, tunduk dan pemujaan ini harus ditunjukkan. Alkitab menyatakan kepada kita bagaimana cara kita harus beribadah dan bahkan menyatakan waktu untuk beribadah.

Ibadah Pada Zaman Bapa-Bapa

Ibadah telah ada sejak manusia ada. Pada awal zaman Bapa-Bapa kita dapat menemukan bahwa manusia malakukan ibadah, dan dengan suatu pemujaan menunjukkan bahwa mereka mengerti rahasia dan perlunya ibadah yang demikian. Ibadah pada zaman Bapa-Bapa berbeda dengan ibadah pada zaman Musa atau zaman Kekristenan. Mereka tidak mempunyai Alkitab sebagai pembimbing mereka, tetapi Allah berbicara langsung kepada mereka pada masa itu. Allah tidak memerima segala sesuatu yang dipersembahkan dalam ibadah. Sebagai contoh, Dia menerima korban persembahan Habel tetapi menolak persembahan Kain (Kejadian 4:4, 5).

Pada zaman Bapa-Bapa tidak ada hari, kota, bait Allah atau mezbah yang ditentukan dalam melakukan ibadah. Orang-orang pada waktu itu membangun mezbah-mezbah dan mempersembahkan korban persembahan dalam ibadah apabila waktu dan tempatnya berkenan.

Ketika Nuh keluar dari bahtera, dia bersama dengan anggota keluarganya, dan beberapa jenis binatang dan juga hal-hal yang lain yang akan mengisi bumi ini. Namun hal pertama yang dilakukan Nuh adalah membangun sebuah mezbah dan mempersembahkan korban bakaran kepada Allah yang diambil dari binatang-binatang dan burung-burung yang tidak haram (Kejadian 8:20). Mungkin saja seseorang akan mengira bahwa yang pertama dilakukan Nuh adalah membangun sebuah rumah bagi dirinya, namun nyatanya dia mulai dengan membangun sebuah mezbah bagi Tuhan. Setelah berakhir air bah, hal pertama yang kita ketahui dilakukan dalam dunia baru ialah ibadah. Dalam ibadahnya, Nuh menunjukkan bahwa dia sangat bersyukur kepada Allah karena telah selamat dari air bah.

Setelah Allah memanggil Abraham dari negerinya di Ur-Kasdim agar dia pergi ke negeri lain, Allah berfirman kepada Abraham, “Aku akan memberikan negeri ini kepada benihmu...” (Kejadian 12:7). Yang pertama dijanjikan Allah kepada Abraham ialah bahwa Dia akan menunjukkan sebuah negeri kepadanya (Kejadian 12:1), sekarang Allah berjanji bahwa Dia akan memberikan negeri itu kepada keturunannya (Kejadian 12:7). Ini adalah saat yang khusus bagi Abraham membangun sebuah mezbah bagi Tuhan. Abraham meninggalkan tempat ini, dan dia berangkat menuju pegunungan di sebelah timur Betel. Di tempat ini dia membangun sebuah mezbah dan memanggil nama TUHAN (Kejadian 12:8). Kemudian Abraham kembali ke tempat semula, ke tempat mezbah yang semula dan memanggil nama Tuhan di sana (Kejadian 13:3, 4). Tuhan memerintahkan kepada Abraham agar dia mengambil anaknya yang tunggal yaitu Ishak dan mempersembahkannya sebagai suatu korban bakaran di atas gunung Moria (Kejadian 22:2). Sebagian orang mengira bahwa perbuatan ini merupakan pembunuhan dan bukan ibadah, tetapi bagi orang yang beriman yang mengasihi Tuhan lebih dari negerinya, dan sekarang lebih dari anaknya, hal ini menunjukkan ketundukan kepada Tuhan, yang jalan-Nya tidak selalu kita ketahui, Tetapi kehendak dan kasih-Nya tidak kita ragukan. Pada keesokan harinya, Abraham bangun pagi hari, lalu memotong kayu untuk korban bakaran, dan mempersiapkan api, dan membawa Ishak bersama dengan kedua hambanya menuju ke pegunungan yang telah ditentukan Tuhan. Ketika mereka tiba dekat dengan tempat itu, Ishak menanyakan suatu pertanyaan yang sangat menusuk hati, “bapaku,...lihat disini ada api dan kayu; tetapi dimanakah domba untuk korban bakaran?” (Kejadian 22:7). Tidak diragukan bahwa Ishak pernah melihat bapaknya membangun banyak mezbah, dan mempersembahkan korban-korban bakaran, dan pertanyaannya tentang domba, merupakan suatu petunjuk bahwa perbuatan tersebut merupakan perbuatan yang biasa pada zaman Bapa-Bapa untuk mempersembahkan binatang sebagai korban persembahan. Tidak diragukan bahwa pertanyaan tersebut menusuk hati Abraham lebih dalam dibanding dengan pisaunya yang dapat menusuk ke dada Ishak. Bagaimana dia dapat mengharapkan namanya sebagai seorang bapa apabila dia hendak mengambil nyawa anaknya? Dengan iman yang tidak bimbang Abraham menjawab, “Anakku, Tuhan akan menyediakan seekor domba sebagai korban bakaran bagiNya...” (Kejadian 22:8). Kita perhatikan bagaimana Abraham menunjukkan perasaannya yang sangat berduka. Kepada hambanya dia berkata, “Kamu tinggallah disini bersama keledai ini, saya bersama anak ini akan pergi lebih jauh untuk beribadah...” (Kejadian 22:5). Beribadah? “Ya!” Ketika kita menyerahkan diri kita kepada perintah Tuhan, dan hati kita mau melakukan kehendak-Nya, dan jiwa kita pasrah kepada firman-Nya, maka barulah kita sungguh-sungguh beribadah kepada-Nya. Sesungguhnya hal-hal ini dituliskan untuk pelajaran bagi kita (Roma 15:4). Mari kita taat kepada Allah sama seperti yang ditunjukkan Abraham, pada waktu kita “...pergi...dan beribadah”.

Ingat bahwa pada zaman Bapa-Bapa tidak ada waktu tertentu, atau tempat tertentu untuk beribadah. Orang-orang pada waktu itu beribadah kepada Tuhan dengan mempersembahkan korban persembahan, tunduk dan menunjukkan rasa hormat kepadaNya.

Ibadah Pada Zaman Musa

Dalam pelajaran dua kita telah mempelajari bahwa zaman Musa dimulai setelah hukum itu diberikan di Gunung Sinai dan terus hingga Yesus mati di kayu salib. Orang-orang yang hidup pada masa itu mempunyai Kemah Suci yang pertama, kemudian disusul oleh Bait Allah sebagai suatu tempat untuk beribadah. Mereka merayakan hari Sabat sebagai suatu hari untuk peristirahatan dan beribadah. Ditambahkan kepada hari Sabat, ada 3 perayaan yang harus mereka lakukan di Yerusalem setiap tahun yaitu waktu bagi mereka untuk beribadah. Ketiga perayaan itu antara lain Hari Paskah, Hari Raya Kemah Suci (Pondok Daun), Hari Pentakosta.

Mereka mempersembahkan korban persembahan harian di Kemah Suci, hari penyucian, yang dirayakan setiap tahun pada waktu imam besar masuk ke Ruang Mahakudus untuk mempersembahkan darah sebagai penyucian atas dosa-dosa bangsa itu. Banyak korban-korban lain yang dipersembahkan, seperti korban bakaran, korban perdamaian dan korban penghapus dosa.

Yerusalem adalah tempat untuk merayakan hari penyucian dan merayakan tiga perayaan dalam setahun. Tiga perayaan dalam setahun itu akan dirayakan pada waktu tertentu. Hari Sabat adalah hari yang ketujuh, yaitu suatu hari yang pasti yang ditentukan setiap minggu. Korban harian, penyucian dan korban-korban tertentu harus dilakukan di Kemah Suci, atau di suatu tempat tertentu. Berdasarkan hal-hal ini kita dapat mengetahui bahwa mereka melakukan bentuk-bentuk tertentu, hari-hari dan aturan-aturan ibadah pada zaman Musa.

Di bawah ini kita dapat melihat suatu bagan (sketsa) Kemah Suci yang akan menunjukkan hal-hal yang dilakukan dalam ibadah. Kemah Suci itu terdiri dari 2 bagian; Ruang Kudus dan Ruang Mahakudus. Para imam masuk ke Ruang Kudus untuk mempersembahkan korban kepada Tuhan setiap hari. Tetapi hanya imam besar yang boleh masuk ke Ruang Mahakudus sekali dalam setahun untuk mempersembahkan korban untuk pengampunan dosa, bagi dosanya sendiri dan juga bagi dosa bangsa Israel.

Keterangan Kemah Suci:
  1. Ruang Mahakudus.
  2. Tabut Perjanjian (Ulangan 10:3-5):
    Ditempatkan di Ruang Mahakudus. Tabut ini berbentuk seperti sebuah peti yang terbuat dari kayu yang dilapisi dengan emas. Tabut ini berisikan kedua loh batu atau kesepuluh hukum. Tutupnya disebut tutup perdamaian. Hanya imam besar yang dapat masuk ke belakang tirai yaitu Ruang Mahakudus, sekali setahun, untuk mempersembahkan darah untuk pengampunan dosa bagi dirinya sendiri dan bagi orang banyak.
  3. Ruang Kudus.
  4. Meja Roti Sajian (Keluaran 25:23-30; Imamat 24:5, 6):
    Setiap hari Sabat para imam menempatkan 12 roti di atas meja ini. Roti-roti itu akan dibuat 2 baris; 6 roti untuk setiap barisnya. Keduabelas roti itu melambangkan kedua belas suku bangsa Israel.
  5. Mezbah pembakaran ukupan (Keluaran 30:1-3, 7, 8).
    Mezbah ini dibuat dari kayu yang dilapisi dengan emas. Di atas mezbah ini imam membakar dupa setiap pagi dan sore.
  6. Kandil (Keluaran 25:31-37; Imamat 24:2, 3).
    Kandil ini terbuat dari emas murni, mempunyai 7 cabang yang dilengkapi dengan mangkuknya untuk tempat minyak zaitun. Mereka menyalakan lampu itu mulai dari sore sampai pagi atau setiap malam.
  7. Bejana Pembasuhan (Keluaran 30:17-20).
    Di tempat ini seorang imam akan membasuh tangan dan kakinya sebelum masuk ke dalam Kemah Suci untuk melakukan pelayanan di atas mezbah.
  8. Mezbah korban bakaran.
    Di mezbah ini dipersembahkan persembahan suka-rela yang dapat dilakukan setiap saat (Imamat 1:2, 3). Hukum Taurat memang mengkhususkan suatu hal untuk dipersembahkan (Imamat 1:5-17). Tetapi hal itu bukanlah merupakan bagian dari ibadah di Kemah Suci.
  9. Pelataran Kemah Suci
  10. Pintu masuk

Ibadah Harus Sesuai Dengan Kehendak Allah

Umat manusia telah memiliki suatu hukum yang tertulis yaitu hukum Musa, untuk memberikan instruksi kepada mereka tentang hal-hal di dalam ibadah. Hukum tersebut menyatakan korban-korban yang harus dipersembahkan, kapan, dimana dan mengapa korban-korban persembahan itu dipersembahkan. Tuhan tidak menerima segala sesuatu yang dipersembahkan yang merupakan ibadah di bawah hukum Musa.

Harun adalah imam besar yang pertama di bawah hukum Musa. Ia mempunyai dua orang anak laki-laki yaitu Nadab dan Abihu, mereka juga adalah imam-imam. Nadab dan Abihu beribadah kepada Tuhan dengan membakar ukupan. Hal yang tidak menguntungkan bagi mereka adalah “...mempersembahkan api yang asing di hadapan Allah yang tidak diperintahkan kepada mereka” (Imamat 10:1). Mereka adalah imam-imam, maka mereka berhak untuk membakar ukupan. Mereka mempergunakan dupa yang diperintahkan oleh hukum Taurat. Hanya satu hal yang salah dalam korban persembahan itu, yaitu mereka mempergunakan api asing. Api yang digunakan untuk membakar dupa itu sesungguhnya harus berasal dari Kemah Suci dan api tersebut dipergunakan untuk pelayanan khusus dan api itu adalah kudus. Nadab dan Abihu bisa saja membawa api dari rumah mereka, meminta api dari temannya, tetapi api tersebut adalah api biasa. Kepada banyak orang, hal yang demikian ini adalah hal yang sepele - api adalah api, jadi apa bedanya? Api asing itu membangkitkan murka Allah “...dan kemudian api dari Tuhan turun dan menelan mereka, dan mereka mati di hadapan Tuhan” (Imamat 10:2). Jika kita merubah kehendak Allah, hal itu bukan merupakan suatu hal sepele. Tuhan menolak Nadab dan Abihu karena mereka merubah satu hal, yaitu mereka tidak menghargai kehendak Allah, mari kita mengingat pelajaran ini dari mereka.

Di dalam ibadah janganlah kita merubah apa yang telah diperintahkan oleh Tuhan, jangan kita merubah suatu hal yang sudah dikatakan oleh Tuhan. Di dalam 2 Tawarikh 26:16-21 dikatakan bahwa ada orang lain yang tidak dikehendaki oleh Allah karena merubah sistim ibadah yang telah ditekankan oleh Tuhan yaitu Uzia. Sebagai seorang raja, dia masuk ke dalam Ruang Kudus dan membakar ukupan di atas mezbah pembakaran ukupan. Apa yang menjadi masalah dalam hal ini, hanya imam yang dapat masuk ke dalam Ruang Kudus. Hal itu hanya dapat dilakukan oleh “...imam-imam keturunan Harunyang telah dikuduskan yang berhak membakar ukupan!...” (2 Tawarikh 26:18). Sekalipun Uzia adalah seorang raja, Tuhan tidak menganggap hal itu sebagai suatu alasan mengabaikan pelanggarannya terhadap hukum Allah tentang ibadah. Sebagai hukuman Tuhan, dia kena kusta hingga kematiannya (2 Tawarikh 26:21). Contoh ini menunjukkan bahwa Tuhan menginginkan agar manusia menghargai kehendak-Nya di dalam ibadah. Kita tidak boleh merubah apa yang telah ditetapkan oleh Tuhan tentang ibadah.

Ibadah Pada Zaman Kekristenan

Ingat bahwa zaman Kekristenan mulai pada hari Pentakosta pertama setelah kebangkitan Yesus Kristus atau tahun 33 Masehi. Gereja juga berdiri pada hari itu. Kata gereja berarti dipanggil keluar, dan dalam Perjanjian Baru kata tersebut berarti orang-orang yang dipanggil keluar dari dalam dunia ini melalui Injil dan masuk ke dalam pelayanan Kristus. Gereja adalah umat Allah di zaman Kekristenan, jadi ketika kita berbicara tentang ibadah pada zaman Kekristenan berarti kita sedang membicarakan tentang ibadah jemaat atau gereja. Ibadah jemaat Perjanjian Baru itu sederhana, dimana semua orang Kristen dapat berpartisipasi untuk melayani.

Hal-Hal yang Merupakan Karakter Atau Sifat Ibadah Kita
  1. Ibadah langsung kepada Tuhan. Yohanes sujud di kaki malaikat dan menyembah dia. Malaikat melarang dia dan berkata, “...jangan engkau melakukan hal ini...sujudlah kepada Allah” (Wahyu 22:8, 9). Kornelius sujud di kaki Petrus dan menyembah dia “tetapi Petrus menarik dia ke atas, dan berkata, berdirilah, aku inipun seorang manusia juga” (Kisah Rasul 10:25, 26). Yesus mengajarkan bahwa Tuhan tidak mendengarkan orang-orang berdosa “...tetapi jikalau seseorang sujud kepada Tuhan, dan melakukan kehendakNya, dia akan didengarkan” (Yohanes 9:31). Tuhan satu-satunya yang harus disembah.
  2. Ibadah harus di dalam Roh dan Kebenaran (Yohanes 4:24). Kita tidak boleh menyembah Tuhan dalam kemarahan atau tidak sungguh-sungguh. Penyembahan harus dalam roh, penghormatan, pujian, dan pemujaan. Penyembahan harus sesuai dengan kebenaran firman Tuhan. Ibadah jemaat harus sesuai dengan Perjanjian Baru.
  3. Ibadah harus bersumber dari hati, dari pikiran yang membutuhkan Tuhan, dari kesadaran akan kebesaran Tuhan, kuasa, kasih dan anugerah.

Bentuk Ibadah yang Berbeda-Beda
  1. Ibadah yang sia-sia. Yesus menyalahkan orang-orang Farisi oleh karena mereka beribadah dalam kesia-siaan, yang mana mereka mengajarkan, “...ajaran...perintah manusia” (Matius 15:9). Kita harus menguji ibadah kita agar kita mengetahui apakah ibadah itu berdasarkan tradisi-tradisi manusia atau kita dapat memberikan bukti-bukti secara Alkitabiah tentang hal-hal yang kita lakukan di dalam ibadah.
  2. Ibadah yang tidak diketahui. Paulus menegur orang-orang Athena, karena ibadah mereka dilakukan dengan ketidaktahuan mereka (Kisah Rasul 17:22, 23). Orang Athena membanggakan diri dalam kebijaksanaan dan pengetahuan mereka, namun mereka tidak mengetahui Allah alam semesta. Mereka menyembah dalam ketidaktahuan dan mereka tidak mau merubah hal tersebut. Hal yang paling pertama dan harus kita lakukan adalah mengetahui Tuhan dan Yesus Kristus yang telah diutus (Yohanes 17:3). Kita perlu mempelajari Alkitab untuk memastikan bahwa ibadah kita itu sesuai dengan kehendak Tuhan. Kita harus sungguh-sungguh mengetahui bahwa kita tidak menyembah Tuhan dalam ketidaktahuan.
  3. Ibadah yang benar. Di zaman Bapa-Bapa, ibadah yang benar yaitu mempersembahkan korban bakaran di atas mezbah, pada saat yang khusus oleh seseorang yang menunjukkan penghormatan kepada Tuhan. Di zaman Musa, ibadah yang benar harus sesuai dengan hukum Musa. Kita mempelajari dari contoh Nadab dan Abihu bahwa manusia tidak bisa merubah kehendak Allah di dalam penyembahan (ibadah) sekalipun itu merupakan hal yang kecil. Di zaman Kekristenan, penyembahan yang benar harus sesuai dengan Perjanjian Baru. Ibadah kita bukan berdasarkan tradisi atau pemikiran-pemikiran atau ajaran-ajaran manusia, melainkan berdasarkan kehendak Allah dalam Perjanjian Baru. Cara ibadah di zaman Bapa-Bapa bukan merupakan cara ibadah yang benar di zaman sekarang. Ibadah di zaman Musa atau menurut hukum Perjanjian Lama bukan merupakan ibadah yang benar di zaman sekarang.

Ibadah di Jemaat

Orang Kristen secara individu menyembah Tuhan setiap hari di dalam doa, pujian, membaca ayat-ayat Alkitab. Hari yang sudah diatur bagi jemaat untuk berhimpun dan beribadah ialah hari pertama dalam minggu (Kisah Rasul 20:7), yaitu hari Tuhan (Wahyu 1:10).

Banyak alasan mengapa hari pertama dalam minggu sangat berarti bagi orang Kristen, mengapa hari itu merupakan hari Tuhan. Yesus bangkit pada hari pertama dalam minggu (Markus 16:9). Di antara kebangkitan dan kenaikan Yesus Kristus ke surga, Yesus menampakkan diri kepada murid-murid-Nya pada hari pertama dalam minggu (Yohanes 20:19). Roh Kudus datang pada hari pertama dalam minggu (Kisah Rasul 2:4). Roh Kudus datang pada hari Pentakosta (Kisah Rasul 2:1), yaitu hari yang selalu datang pada hari pertama dalam minggu. Jemaat berdiri pada hari pertama dalam minggu (Kisah Rasul 2:1, 47). Murid-murid berhimpun untuk beribadah pada hari pertama dalam minggu (Kisah Rasul 20:7). Jemaat mengadakan pengumpulan kolekte pada hari pertama dalam minggu (1 Korintus 16:1, 2). Jemaat berhimpun pada hari pertama dalam minggu untuk beribadah dan kita tidak boleh meninggalkan perhimpunan (Ibrani 10:25).

Hari Tuhan dalam minggu bukan hari Sabat. Orang Kristen tidak berhimpun untuk beribadah kepada Tuhan pada hari Sabat. Hari Sabat adalah suatu hari yang khusus antara Tuhan dengan bangsa Israel dalam Perjanjian Lama, tetapi bukan antara Tuhan dan orang Kristen. Hari Sabat diberikan kepada bangsa Israel yang merupakan suatu hari peristirahatan untuk mengingat perhambaan atau perbudakan mereka di Mesir (Ulangan 5:15). Orang Kristen tidak pernah menjadi budak di Mesir. Hari Tuhan adalah hari pertama dalam minggu, bukan hari yang ketujuh atau Sabat.

Ketika jemaat berhimpun untuk beribadah, mereka bernyanyi (Kolose 3:16). Hal ini merupakan suatu perintah kepada seluruh gereja (Efesus 5:19). Mereka menyanyikan Mazmur, pujian, nyanyian rohani. Mereka bernyanyi dengan roh dan akal (1 Korintus 14:15). Sembilan kali ditujukan pada para pengikut Kristus hanya bernyanyi.Dan tidak pernah sekalipun dinyatakan nyanyian itu diiringi oleh alat musik dalam ibadah. Jemaat Perjanjian Baru tidak mempergunakan alat musik dalam ibadah. Alat musik tetap tidak bisa digunakan pada zaman sekarang dalam ibadah dan masih merupakan kehendak Allah demikian. Banyak orang zaman sekarang mengira bahwa hal tersebut merupakan hal kecil, tidak menjadi masalah apakah kita menggunakan atau tidak. Ingat bagaimana Nadab dan Abihu mengira bahwa tidak jadi masalah dari manapun dia mengambil api untuk membakar dupa itu. Ingat raja Uzia bagaimana ia mengira bahwa tidak menjadi masalah siapa pun yang masuk ke dalam Ruang Kudus untuk membakar dupa. Tuhan tidak berpikir demikian, dan Uzia mati akibat kusta.

Orang-orang yang menggunakan alat musik dalam ibadah, menggunakannya karena mereka menyenanginya, dan harapan mereka bahwa Tuhan akan berkenan mengenai hal itu. Dalam Perjanjian Baru, tidak ada satu katapun yang menyatakan bahwa kita dapat menyanyi diiringi alat musik dalam ibadah. Dengan menggunakan alat musik dalam ibadah orang Kristen, berarti tidak menghargai apa yang telah diperintahkan Tuhan dalam ibadah jemaat, dan hal tersebut menunjukkan bahwa kita tidak menghargai otoritas Allah.

Kita dapat saja bernyanyi sesuai kehendak otoritas Allah (Efesus 5:19). Kita dapat memberikan bukti Alkitab hanya bernyanyi dalam ibadah (Kolose 3:16). Kita tidak dapat memberikan bukti Alkitab untuk menunjukkan bahwa alat musik dapat digunakan dalam ibadah. Marilah kita mengikuti ayat-ayat Alkitab dan bernyanyi dalam ibadah kepada Tuhan sesuai dengan yang dikehendaki oleh Tuhan.

Ketika jemaat itu berhimpun untuk beribadah, mereka mengajarkan firman Tuhan. Jemaat Yerusalem tetap dalam pengajaran para rasul (Kisah Rasul 12:42). Ketika jemaat di Troas berhimpun, Paulus menyampaikan firman Tuhan kepada mereka (Kisah Rasul 20:7). Surat Paulus kepada jemaat di Kolose harus dibaca, “...di jemaat Laodekia...” (Kolose 4:16). Ketika kita berhimpun untuk beribadah, kita harus mengajarkan firman Tuhan.

Apabila jemaat berhimpun untuk melakukan ibadah kepada Tuhan pada hari Tuhan, mereka harus makan perjamuan Tuhan (Kisah Rasul 20:7). Tidak ada kuasa Alkitab yang memerintahkan bahwa kita dapat melakukan perjamuan Tuhan itu kapan saja kecuali pada hari pertama dalam minggu. Jemaat Korintus diperintahkan agar mereka makan perjamuan Tuhan dengan cara yang layak (1 Korintus 11:20-30). Mereka harus beribadah pada hari pertama dalam minggu (1 Korintus 16:1, 2). Kita mengikuti contoh Perjanjian Baru untuk makan perjamuan Tuhan setiap hari pertama dalam minggu, yaitu hari Tuhan.

Ketika jemaat berhimpun untuk beribadah, mereka berdoa (Kisah Rasul 2:42). Sesungguhnya tidak ada hal lain yang diajarkan dengan jelas dalam Perjanjian Baru selain dari fakta bahwa orang Kristen berdoa dalam ibadah. Apabila kita berhimpun untuk beribadah di zaman sekarang, kita harus berdoa.

Ketika jemaat berhimpun, mereka memberi kolekte atau persembahan uang (1 Korintus 16:1, 2). Setiap orang Kristen diwajibkan untuk memberi (2 Korintus 9:7). Ketika orang Kristen di Yerusalem tetap dalam pengajaran para rasul, mereka tetap berada dalam “persekutuan atau pemberian” (Kisah Rasul 2:42). Sama seperti jemaat di Galatia, Paulus menasihatkan jemaat di Korintus untuk memberikan persembahan mereka pada hari pertama dalam minggu (1 Korintus 16:1, 2). Apabila kita berhimpun pada hari pertama dalam minggu, pada hari Tuhan, maka kita telah mengikuti pengajaran Perjanjian Baru dengan memberi persembahan kepada Tuhan.

Kita ringkas ibadah dalam Perjanjian Baru dengan mengatakan bahwa mereka berhimpun pada hari pertama dalam minggu itu, mereka bernyanyi, mengajarkan firman Tuhan, makan perjamuan Tuhan, berdoa dan memberi persembahan.

Inilah yang kita lakukan dalam ibadah kita pada hari Tuhan. Sama seperti Nadab dan Abihu, kita tidak boleh merubah kehendak Allah dalam ibadah di zaman sekarang.  Kita tidak boleh menambah atau mengurangi firman Allah (Wahyu 22:18,19).  Hal ini juga berlaku dalam ibadah.

Sampai di sini Anda telah selesai membaca dan mempelajari seluruh "Pelajaran 7 - Pentingnya Ibadah" ini. Untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan dari pelajaran ini secara online, silakan klik link form berikut ini.


Form Ujian


SABDA INJIL

Formulir Kontak

Nama

Email *

Pesan *

Cari Blog Ini

Pengikut